E-Government
Ministry
of health Republic of Indonesia
Pengertian
e-Government
Pengertian E-Government atau definisi E-Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah
untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta
hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat
diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk
meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses
kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian yang utama adalah
Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business
(G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling diharapkan
dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas
yang lebih baik dari pelayanan publik.
Jika e-government seringkali dianggap sebagai pemerintahan
online ("online government") atau pemerintahan berbasis internet
("Internet-based government"), banyak teknologi pemerintahan
elektronik non-internet yang dapat digunakan dalam konteks ini. Beberapa bentuk
non-internet termasuk telepon, faksimil, PDA, SMS, MMS,
jaringan dan layanan nirkabel (wireless networks and services), Bluetooth, CCTV,
sistem penjejak (tracking systems), RFID, indentifikasi biometrik,
manajemen dan penegakan peraturan lalu lintas jalan, kartu identitas (KTP),
kartu pintar (smart card) serta aplikasi NFC lainnya; ;
teknologi polling station (dimana e-voting non-online kini
dipertimbangkan), penyampaian penyampaian layanan pemerintahan berbasis TV dan
radio, surat-e, fasilitas komunitas online, newsgroup dan electronic mailing list, chat
online, serta teknologi pesan instan (instant messenger). Ada pula
sejumlah sub-kategori dari e-government spesifik seperti m-government (mobile
government), u-government (ubiquitous government), dan g-government
(aplikasi GIS/GPS untuk e-government).
Ada banyak pertimbangan dan dampak potensial penerapan dan
perancangan e-government, termasuk disintermediasi pemerintah dengan warganya,
dampak pada faktor sosial, ekonomi, dan politik, serta halangan oleh status quo pada ranah ini.
Pada sejumlah negara seperti Britania Raya,
e-government digunakan untuk mengajak kembali ketertarikan warganya pada proses
politik. Dalam hal tertentu bahkan dilakukan eksperiman dengan pemilu
elektronik, dimana meningkatkan partisipasi pemilu dengan membuat pemilu
menjadi mudah. Komisi Pemilihan Umum Britania Raya telah melakukan sejumlah
proyek percontohan, meski dibayang-bayangi kekhawatiran akan kecurangan alat
ini.
Definisi E-Government
Berbeda dengan definisi e-Commerce
maupun e-Business yang cenderung universal, e-Government sering
digambarkan atau dideskripsikan secara cukup beragam oleh masing-masing
individu atau komunitas. Hal ini disebabkan karena berbagai hal:
- Walaupun sebagai sebuah konsep e-Government
memiliki prinsip-prinsip dasar yang universal, namun karena setiap negara
memiliki skenario implementasi atau penerapannya yang berbeda, maka
definisi dari ruang lingkup e-Government-pun menjadi beraneka
ragam.
- Spektrum implementasi aplikasi e-Government
sangatlah lebar mengingat sedemikian banyaknya tugas dan tanggung jawab
pemerintah sebuah negara yang berfungsi untuk mengatur masyarakatnya
melalui berbagai jenis interaksi dan transaksi.
- Pengertian dan penerapan e-Government di sebuah
negara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi internal baik secara makro
maupun mikro dari negara yang bersangkutan, sehingga pemahamannya teramat
sangat ditentukan oleh sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik,
kondisi ekonomi, dari negara yang bersangkutan; dan
- Visi, misi, dan strategi pembangunan sebuah negara yang
sangat unik mengakibatkan terjadinya beragam pendekatan dan skenario dalam
proses pengembangan bangsa sehingga berpengaruh terhadap penyusunan
prioritas pengembangan bangsa.
Masalah definisi ini merupakan hal
yang penting, karena akan menjadi bahasa seragam bagi para konseptor maupun
praktisi yang berkepentingan dalam menyusun dan mengimplementasikan e-Government
di suatu negara. Terkadang definisi yang terlampau sempit akan mengurangi atau
bahkan meniadakan berbagai peluang yang ditawarkan oleh e-Government,
sementara definisi yang terlampau luas dan mengambang akan menghilangkan nilai
(value) manfaat yang ditawarkan oleh e-Government.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
depkes.go.id/
depkes.go.id/ adalah situs resmi dari departemen Kesehatan
Indonesia untuk memberikan pelayanan dan informasi seputar kesehatan, rumah
sakit, puskesmas, obat, dan penyakit.
Beberapa pelayanan yang di lakukan oleh departemen kesehatan
online ini adalah:
1. Perijinan Sarana Sediaan Farmasi, PBF,Bahan Baku Obat,
Ekspor-impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor.
2.
Perijinan
Sertifikasi Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan PKRT (Perbekalan kesehatan rumah tangga)
3.
Registrasi Alat Kesehatan dan PKRT
4. Rekomendasi Sekolah Kesehatan
5. Ethical Clearance Peneliti Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas,
Departemen Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1.
perumusan kebijakan nasional, kebijakan
pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
2.
pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan
bidang tugasnya;
3.
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawabnya;
4.
pengawasan atas pelaksanaan tugasnya.
penyampaian
laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya
kepada Presiden
Dalam menyelenggarakan
fungsi, Departemen Kesehatan mempunyai kewenangan :
1.
penetapan kebijakan nasional di bidang
kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro;
2.
penetapan pedoman untuk menetukan standar
pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang
Kesehatan;
3.
penyusunan rencana nasional secara makro di
bidang kesehatan;
4.
penetapan persyaratan akreditasi lembaga
pendidikan dan sertifikasi tenaga professional/ahli serta persyaratan jabatan
di bidang kesehatan;
5.
pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan
otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan
dan supervisi di bidang kesehatan;
6.
pengaturan penerapan perjanjian atau
persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan;
7.
penetapan standar pemberian izin oleh daerah
di bidang kesehatan;
8.
penanggulangan wabah dan bencana yang
berskala nasional di bidang kesehatan;
9.
penetapan kebijakan sistem informasi nasional
di bidang kesehatan;
10. penetapan
persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan;
11. penyelesaian
perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan;
12. penetapan
kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi,
dan anak;
13. penetapan
kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat;
14. penetapan
pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan;
15. penetapan
pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;
16. penetapan
pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar
etika penelitian kesehatan;
17. penetapan
standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi;
18. penetapan
standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan;
19. surveilans
epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penenggulangan wabah, penyakit
menular dan kejadian luar biasa;
20. penyediaan
obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat
essential (buffer stock nasional);
21. kewenangan
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :
1) penempatan
dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu;
2) pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.
2) pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.
Departemen Kesehatan Indonesia juga memberikan informasi atau
berita seputar kesehatan Indonesia. Seperti yang di lansir pada tanggal 9 dan
11 Oktober tahun 2012 berikut ini:
Jakarta,
11 Oktober 2012
Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat
Indonesia adalah gangguan penglihatan dan kebutaan. Katarak merupakan penyebab
utama (50%) kebutaan di Indonesia. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka
prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan juga akan cenderung semakin
meningkat karena katarak merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada usia
lanjut.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
(BUK), dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, yang dibacakan oleh Direktur Bina
Upaya Kesehatan Dasar, dr. HR. Dedi Kuswenda, M.Kes, pada pembukaan kegiatan
Workshop Kesehatan Indera Penglihatan mengenai “Mata Sehat di Segala Usia untuk
Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Indonesia”, di Jakarta (11/10).
“Kebutaan karena katarak sebenarnya dapat diatasi dengan melakukan operasi katarak. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan”, ujar Dirjen BUK.
“Kebutaan karena katarak sebenarnya dapat diatasi dengan melakukan operasi katarak. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan”, ujar Dirjen BUK.
Menurut Dirjen BUK, penyebab lain kebutaan dan gangguan
penglihatan adalah kelainan refraksi dengan prevalensi 22,1% dari total
populasi, dan sebanyak 15% diantaranya diderita oleh anak usia sekolah.
Kelainan refraksi dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tapi kondisi ini
sangat bermasalah dan perlu diperhatikan pada anak-anak usia sekolah.
“Di samping katarak dan kelainan refraksi, masalah gangguan penglihatan lain yang dapat menyebabkan kebutaan adalah glaucoma atau peningkatan tekanan dalam bola mata, serta xeroftalmia yaitu penyakit akibat kekurangan vitamin A”, tambah Dirjen BUK.
“Di samping katarak dan kelainan refraksi, masalah gangguan penglihatan lain yang dapat menyebabkan kebutaan adalah glaucoma atau peningkatan tekanan dalam bola mata, serta xeroftalmia yaitu penyakit akibat kekurangan vitamin A”, tambah Dirjen BUK.
Jakarta, 9 Oktober 2012
Hasil sidang WHO SEARO pada
November 2008 di Jakarta, menetapkan Rabies sebagai prioritas setelah Flu
Burung (FB).
Demikian pernyataan Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
pada peringatan Hari Rabies Sedunia (HRS), di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa
Tenggara Timur (9/10). Hadiri pada acara ini Gubernur NTT beserta jajaran
pemerintah daerah provinsi, Bupati Floresta beserta jajaran pemerintah daerah
kabupaten, Jajaran Kementerian Kesehatan yang terkait, Dirjen Peternakan
beserta Jajaran Kementerian Pertanian yang terkait serta Komnas Pengendalian
Zoonosis.
Hari Rabies Sedunia (HRS) jatuh pada tanggal 28 September.
Sebelumnya, Indonesia telah 3 kali memperingati HRS, yakni pada tahun 2009 yang
dilaksanakan di kabupaten Tabanan Bali; tahun 2010 di kabupaten Badung Bali dan
tahun 2011 di Kota Denpasar Bali. Peringatan HRS kali ini d NTT mengambil tema
"Tokoh Agama Peduli Rabies”.tema ini bertujuan meningkatkan komitmen
Pemerintah Daerah dan peran serta masyarakat pada umumnya serta peran aktif
tokoh agama pada khususnya dalam dalam program pengendalian Rabies menuju
Indonesia Bebas Rabies 2020”.
Rabies adalah penyakit menular akut yang menyerang
susunan saraf pusat disebabkan oleh Virus (Lyssa virus), menyerang manusia dan
hewan. Rabies ditularkan kepada manusia melalui gigitan atau jilatan pada luka
terbuka oleh hewan yang menderita rabies. Penyakit ini bersifat fatal atau
selalu diakhiri dengan kematian namun dapat di cegah.
Hewan yang dapat menularkan rabies adalah hewan berdarah
panas terutama anjing, kucing, kera, dan kelelawar. Sapi, kambing dan domba dapat
menderita apabila digigit oleh hewan penular rabies. Di Indonesia 98 % kasus
rabies ditularkan akibat gigitan anjing dan 2 % adalah akibat
gigitan kucing dan kera.
Gejala rabies pada manusia biasanya diawali dengan demam,
nyeri kepala, sulit menelan, hipersalivasi, takut air, peka terhadap rangsang
angin dan suara, kemudian diakhiri dengan kematian.
Keuntungan dari e-Government
E-Government ini membawa banyak manfaat, antara
lain:
·
Pelayanan servis yang lebih baik kepada
masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu,
tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor,
rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.
·
Peningkatan hubungan antara pemerintah,
pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka
diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini
menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari kesemua pihak.
·
Pemberdayaan masyarakat melalui
informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi,
masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh,
data-data tentang sekolahan (jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade,
dan sebagainya) dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua
untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya.
Pelaksanaan
pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat
dilakukan melalui email atau bahkan video conferencing. Bagi Indonesia yang
luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi,
diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada
pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk
pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam, contoh nya pada departemen
kesehatan ini adalah ketika sebuah komunitas ingin mendirikan sekolah kesehatan
mereka bias melihat procedure pada website ini dengan aturan yang sudah di
tuliskan pada website.
Kelemahan
E-Government
Ada beberapa hal yang menjadi hambatan atau
tantangan dalam mengimplementasikan E-Government di Indonesia.
1. Kurangnya interaksi atau komunikasi
antara admin (pemerintah) dengan masyarakat. Karena
e-government dibuat untuk saling berinteraksi antara pemerintah, masyarakat,
dan pihak lain yang berkepentingan
2. Langkanya
SDM yang handal. Teknologi informasi merupakan sebuah
bidang yang baru. Pemerintah umumnya jarang yang memiliki SDM yang handal di
bidang teknologi informasi. SDM yang handal ini biasanya ada di lingkungan
bisnis / industri. Kekurangan SDM ini menjadi salah satu penghambat
implementasi dari e-government. Sayang sekali kekurangan kemampuan pemerintah
ini sering dimanfaatkan oleh oknum bisnis dengan menjual solusi yang salah dan
mahal.
3. Infrastruktur
yang belum memadai dan mahal. Infrastruktur
telekomunikasi Indonesia memang masih belum tersebar secara merata. Di berbagai
daerah di Indonesia masih belum tersedia saluran telepon, atau bahkan aliran
listrik. Kalaupun semua fasilitas ada, harganya masih relatif mahal. Pemerintah
juga belum menyiapkan pendanaan (budget) untuk keperluan ini.
Secara umum, penentuan Kebijakan Pembangunan e-Government akan
dipengaruhi oleh 3 hal seperti digambarkan sebagai berikut:
1. Langkah awal yang perlu dilakukan
Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan pembangunan e-Government adalah
dengan melaksanakan survey sistem yang ada (infrastruktur komunikasi data,
komputer, jaringan komputer dan sistem apliksi) di daerahnya masing-masing
untuk mengetahui apa saja yang sudah dimiliki saat ini. Hasil survey tersebut
merupakan bekal yang sangat penting untuk mengidentifikasi masalah dan kendala
yang dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil.
2. Pengaruh kedua datang dari perencanaan
pembangunan daerah, renstrada, kebijakan politik, kebutuhan pengguna dan
ketersediaan anggaran. Kelima faktor tersebut akan sangat menentukan prioritas
kebutuhan spesifik masing-masing Pemerintah Daerah sesuai dengan Visi dan Misi
pemerintahannya.
3. Pengaruh ketiga datang dari
pengalaman-pengalaman yang sudah dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam
mengimplementasikan e-Government selama ini. Termasuk didalamnya adalah
pengetahuan yang sudah didapatkan oleh Pemerintah Daerah dari pelaksanaan studi
banding ke daerah / negara lain yang sudah lebih dulu melaksanakan e-Government.
Tiga aspek
besar permasalahan dalam penerapan e-government system, yaitu :
1. Aspek Budaya
· Resistensi
dan penolakan dari masyarakat dan jajaran aparat pemerintah terhadap e-government
system.
· Kurangnya
kesadaran pada manfaat dan penghargaan terhadap teknologi yang dipergunakan
dalam e-government system.
· Keengganan
berbagi data dan informasi, agar terintegrasi secara nasional di seluruh
lembaga penyedia layanan publik.
2. Aspek
Kepemimpinan
· Terjadi
konflik kepentingan di tingkat pemerintah pusat dan daerah.
· Peraturan
yang belum tersosialisasikan dan penerapannya belum merata.
· Pengalokasian
anggaran untuk pembangunan infrastruktur pelayanan publik yang memanfaatkan e-government
system dalam APBN / APBD belum menjadi prioritas.
3. Aspek
Infrastruktur
· Adanya
ketimpangan digital yang mengakibatkan belum meratanya ketersediaan
infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, mengingat secara geografis
wilayah Indonesia tersebar di berbagai kepulauan.
· Ketersediaan
infrastruktur untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi masih terpusat
di kota-kota besar. Tenaga ahli di daerah terpencil pun masih sangat jarang,
jika tidak mau dikatakan tidak ada.
· Sistem
layanan publik di Indonesia tidak memiliki standar yang baku. Hal ini
menghambat pengintegrasian data kependudukan dan dokumen warga negara lainnya
secara nasional.
Nama Kel :
Ayu Puspita Sari
Debbie Rukmanasari
Camila Theodora
Eka Rahmawati
Febriani Wulandari
2IA25